Righteous Kill
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...
Quisque sed felis
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...
Etiam augue pede, molestie eget.
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...
short
Example Markup for HTML:
google.com
Example Markup for BBCode:
[url=http://google.com]google.com[/url]
counter hit
var popunder = true;
Merujuk kepada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa pendidikan terdiri atas Pendidikan Anak
Usia Dini,pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi,yang
keseluruhannya merupakan kesatuan yang sistematik. Artinya, pendidikan harus
dimulai dari usia dini, yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Dengan
demikian, PAUD diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Dalam
penjelasan selanjutnya, PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur pedididkan
formal, non formal, dan atau informal. PAUD pada jalur pendidikan formal
berbentuk taman kanak-kanak (TK), RaudhatulAthfal (RA), atau bentuk lain
yang sederajat. PAUD dalam pedidikan non formal berbentuk kelompok
bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. PAUD
dalam pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan
yang diselenggarakan oleh lingkungan.
1.
Hakikat pendidikan anak usia dini
2.
Pengertian
Pendidikan anak usia dini merupakan serangkaian upaya sistematis
dan terprogram dalam melakukan pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendiikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani agar anak
memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan lebih lanjut.
1.
Tujuan
Ada dua tujuan diselenggarakannya pedidikan anak usia dini yaitu
sebagai berikut :
1.
Membentuk anak yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan
berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya, sehingga memiliki kesiapan yang
optimal didalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa
dewasa.
2.
Membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar( akademik )
di sekolah.
3.
Prinsip-prinsip dalam Pendidikan Anak Usia Dini.
Dalam melaksanakan Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD )
terdapat prinsip-prinsip utama yang harus diperhatikan. Prinsip-prinsip
tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Mengutamakan kebutuhan anak. Kegiatan pembelajaran pada anak
harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak
yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi
semua aspek perkembangan, baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu
intelektual, bahasa, motorik, dan sosio-emosional.
2.
Belajar melalui bermain atau bermain seraya belajar. Bermain
merupakan sarana belajar anak usia dini. Melalui permainan,anak diajak untuk
bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan mengenai benda
disekitarnya.
3.
Lingkungan yang kondusif dan menentang. Lingkungan harus
diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan, sekaligus
menentang dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung
kegiatan belajar melalui bermain.
4.
Menggunakan pembelajaran terpadu dalam bermain.
Pembelajaran anak usia dini harus menggunakan konsep pembelajaran terpadu
yang dilakukan melalui tema. Tema yang harus dibangun harus menarik dan dapat
membangkitkan minat anak, serta bersifat kontekstual. Hal ini dimaksudkan agar
anak mampu mengenal berbagai konsep serta mudah dan jelas sehingga pembelajaran
menjadi mudah dan bermakna bagi anak didik.
5.
Mengembangkan berbagai kecakapan atau keterampilan hidup (lifeskills).
Mengembangkan keterampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses
pembiasaan. Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk menolong diri sendiri,
mandiri, dan bertanggungjawab, serta memiliki disiplin diri.
6.
Menggunakan berbagai media atau permainan edukatif dan sumber
belajar. Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam
sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik, guru, dan orang
tua.
7.
Dilaksanakan secara bertahap dan berulang-ulang. Pembelajaran
bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari konsep
yang sederhana dan dekat dengan anak. Agar konsep dapat dikuasai dengan baik,
hendaknya guru menyajikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan berulang kali.
8.
STANDAR KOMPETENSI ANAK USA DINI
Standar kompetensi anak usia ini terdiri atas pengembangan
aspek-apek sebagai berikut :
1.
Moral dan nilai-nilai Agama
· Perilaku
moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok social. “moral”
berasal dari kata latn yag berarti tata cara, kebiasaan, dan adat. Perilaku
moral dikendalikan oleh konsep-konsep moral. Peraturan perilaku yang telah
menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya dan yang menentukan pola perilaku
yang diharapkan dari serluruh anggota kelompok.
· Perilaku
tak bermoral berarti perilaku yang tidak sesuai sengan harapan sosial. Perilaku
demikian, disebabkan oleh ketidakacuhan akan harapan sosil, melainkan
ketidakstujuan dengan standar social atau kurang adanya perasaan
wajbmenyesuaikan diri.
· Perilaku
amoral berarti perilaku yang lebih disebabkan ketidakacuhan terhadap harapan
kelompok sosial dari pada pelanggaran yang sengaja terhadap standar. Beberapa
diantara perilaku anak kecil lebih bersifat amoral ari pada tak bermoral.
· Pada
saat lahir, tidak ada anak yang memiliki hati nurani atau skala nilai.
Akibatnya, tiap yang baru lahir dapat dianggap amoral. Tidak seorang anakpun
dapat diharapkan mengembangkan kode moral sendiri. Maka, tiap anak harus
diajarkan standar kelompok tentang yang benar dan yang salah.
1.
Bahasa
· Perkembangan
bahasa ditingkat pemula (bayi) dapat dianggap semacam persiapan berbicara.
· Pada
bulan-bulan pertama, bayi hanya pandai menangis. Dalam hal ini tangisan bayi
dianggap sebagai pernyataan rasa tidak senang.
· Kemudian
ia menangis dengan cara berbeda menurut maksud yang hendak dinyatakan.
· Selanjutnya,
ia mengeluarkan bunyi (suara-suara) yang banyak ragamnya tetapi bunyi-buny itu
belum mempunyai arti, hanya melatih pernapasan.
· Menjelang
usia pertengahan ditahun pertama, meniru suara-suara yang didengarkannya,
tetapi bukan karena dia sudah mengerti apa yang dikatakan kepadanya.
1.
Kognitif
· Perbedaan-perbedaan
individual dalam perkembangan kognitif bayi telah dipelajari melalui penggunaan
skala perkembangan atau tes intelegensi bayi. Adalah pentingya untuk mengetahui
apakah seoraang bayi berkembang pada tingkat yang lambat, normal, atau cepat.
Kalau seorang bayi berkembang pada tingkat yang lambat, beberapa bentuk
pengayaan cukup penting. Akan tetapi dinasehati untuk memberi mainan yang lebih
sulit guna merangsang pertumbuhan kognitif mereka. Adapun kemampuan kognisi
atau kecerdasan yang harus dikusai oleh anak usia 3-4 tahun meliputi kemampuan berfikir
logis, kritis, memberi alasan, memecahkan masalah, dan menemukan hubungan sebab
akibat.
1.
Emosi
· Sebelum
bayi berusia satu tahun, ekspresi emosional diketahui serupa dengan ekspresi
pada orang dewasa. Lebih jauh lagi, bayi menunjukan berbagai reaksi emosional,
antara lain kegembiraan, kemarahan, ketakutan, dan kebahagiaan.
· Bukan
hanya pola emosi umum yang mengikuti alur yang dapat diramalkna, tetapi pola
dari berbagai macam emosi juga dapat diramalkan. Sebagai contoh, reaksi ledakan
marah (tempertantrums) mencapai puncak usia antara 2 dan 4 tahun, dan kemudian
diganti dengan pola ekspresi yang lebih matang, seperti cemberut dan sikap
Bengal.
1.
Sosial
· Menurut
keyakinan tradisional sebagian manusia dilahirkan dengan sifat sosial dan
sebagian tidak. Orang yang lebih banyak merenungi diri sendiri dari pada
bersama dengan orang lain, atau mereka yang bersifat sosial pikirannya lebih
banyak tertuju pada hal-hal diluar dirinya, secara alamiah memang sudah
bersifat demikian, atau karena faktor keturunan. Juga orang yang menentang
masyarakat yaitu orang yang anti sosial.
1.
Agama
Sejalan dengan kecerdasaannya, perkembangan jiwa beragama pada
anak dapat dibagi menjadi 3 bagian:
1) The fairly stage (tingkat
dongeng)
· Pada
tahap ini anak berumur 3-6 tahun, konsep mengenai Tuhan banyak dipengaruhi oleh
fantasi dan emosi sehingga dalam menanggapi agama anak masih menggunakan konsep
fantastis yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang kurang masuk akal. Cerita
akan nabi akan dihayalkan seperti yang ada dalam dongeng-dongeng.
· Pada
usia ini, perhatian anak lebih tertuju pada para pemuka agama dari pada isi
ajarannya dan cerita akan lebih menarik dan jika berhubungan dengan masa
anak-anak karena sesuai dengan jiwa ke kanak-kanakannya dengan caranya sendiri.
Anak mengungkapkan pandangan teologisnya pernyatan, dan ungkapannya tentang
tuhan lebih bernada individual, emosional, dan spontan tapi pernuh arti
teologis.
2) The Realistic Stage (Tingkat
Kepercayaan)
· Pada
tingkat ini pemikiran anak tentang tuhan sebagai bapak beralih pada tuhan
sebagai pencipta. Hubungan dengan tuhan yang pada awalnya terbatas pada emosi
berubah pada hubungan dengan menggunakan pikiran atau logika.
· Pada
tahap ini terdapat satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa anak usia 7 tahun
di pandang sebagai permulaan pertumbuhan logis sehingga wajarlah bila anak
harus di beri pelajaran dan di biasakan melakukan shalat pada usia dini dan di
pukul bila melanggarnya.
3) The Individual Stage (Tingkat
Individu)
Pada tingkat ini anak telah memiiki kepekaan emosi yang tinggi,
sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang individualistik
ini terbagi menjadi tiga golongan.
· Konsep
ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan di pengaruhi sebagian kecil
fantasi
· Konsep
ketuhanan yang yang lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang bersifat
personal (perorangan)
· Konsep
ketuhanan yang bersifat humanistik, yaitu agama telah menjadi etos
humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.
1.
Golden Age Anak
Menurut Dr. Damanhuri Rosadi, pengembangan manusia yang utuh
dimulai sejak anak dalam kandungan dan memasuki masa keemasan atau Golden Age
pada usia 0-6tahun. Masa keemasan ini sangat penting bagi perkembangan
intelektual, emosi, dan sosial anak dimasa datang dengan memperhatikan dan
menghargai keunikan setiap anak.
Pendidikan merupakan modal dasar untuk menyiapkan insan yang
berkualitas. Menurut undang-undang sisdiknas, pendidikan adalah usaha dasar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Menurut UNESCO, pendidikan hendaknya dibangun dengan empat pilar, yaitu learning
to know, learning to do, learning to be, dan learning to live
together. Pada hakikatnya, belajar harus berlangsung sepanjang hayat. Untuk
menciptakan generasi yang berkualitas, pendidikan harus dilakukan sejak usia
dini.
Teori lama yang merekomendasikan bahwa pendidikan baru dapat
dimulai ketika anak telah berusia tujuh tahun kini terbantahkan. Hasil
penelitian mutakhir, dari para ahli neurologi, psikologi, dan pedagogi
menganjurkan pentingnya pendidikan dilakukan sejak anak dilahirkan, bahkan
sejak anak masih dalam kandungan ibunya. Justru pada masa –masa awal inilah
yang merupakan masa emas ( Golden Age) perkembangan.
Hasil penelitian menunjukun bahwa 50% kapabilitas
kecerdasan manusia terjadi pada tingkat kanak –kanak pada kurun waktu 4 tahun
pertama sejak kelahirannya. Oleh karena itu, penanganan anak dengan
stimulasi pendidikan pada masa-masa usia tersebut harus optimal.
Kemudian, 80% kecerdasan itu terjadi saat anak usia 8 tahun, dan titik kulminasinya
terjadi pada saat mereka berusia 18 tahun. Setelah melewati masa perkembangan
tersebut, maka berapapun kapabilitas kecerdasan yang dicapai oleh masing-masing
individu, tidak akan meningkat lagi. Hal ini sama dengan pendapat Benjamin
S.Bloom, professor pendidikan dari Universitas Chicago yang menemukan fakta
yang cukup mengejutkan :
· Ternyata
50% dari semua potensi hidup manusia terbentuk ketika kita berada dalam
kandungan sampai usia 4 tahun .
· Lalu
30% potensi berikutnya terbentuk pada usia 4-8 tahun.
Ini berarti 80% potensi dasar manusia terbentuk dirumah,justru
sebelum masuk sekolah.akan seperti apa kemampuannya, nilai- nilai hidupnya,
kebiasaanya, kepribadiannya , akhlaknya, dan sikapnya, 80 % tergantung pada
orang tua.Sadar atau tidak.Baik “dibentuk” secara sengaja atau pun tidak
sengaja.
Semua aspek perkembangan kecerdasan anak,baik motorik
kasar,motorik halus,kemampuan non fisik ,maupun kemampuan spiritualnya dapat
berkembang secara pesat apabila memperoleh stimulasi lingkungan secara cukup.
Perkembangan yang terjadi pada masa ini sangat berpengaruh terhadap
perkembangan anak selanjutnya.
1.
PANDANGAN ISLAM TENTANG ANAK USIA DINI
Sungguh Alloh Subhanahu Wata’ala telah memberikan berbagai macam
amanah dan tanggung jawab kepada manusia. Diantara amanah dan tanggung jawab
terbesar yang Alloh Ta’ala bebankan kepada manusia, dalam hal ini orang tua
(termasuk guru, pengajar ataupun pengasuh) adalah memberikan pendidikan yang
benar terhadap anak. Yang demikian ini merupakan penerapan dari firman
Alloh Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri dan keluarga
kalian dari api neraka”
(QS. At-Tahrim:6).
Sahabat yang mulia Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu ‘anhu
menafsirkan ayat diatas dengan mengatakan: “Didik dan ajarilah mereka (istri
dan anak-anak) hal-hal kebaikan” (Tafsir Ath-Thobari, Al-Maktabah As-Syamilah)
Risalah Hadist Nabi telah menjustifikasi akan pentingnya
menyelenggarakan pendidikan kepada anak usia dini, juntifikasi itu memberikan
arti bahwa penyelenggaraan pendidikan pendidikan kepada anak usia dini adalah
merupakan perintah yang didalamnya memiliki makna ibadah yang Agung. Inilah
kesempurnaan sebuah ajaran, dimana Islam mengajarkan tentang pentingnya proses
pembentukan generasi muslim dari sejak sedini mungkin untuk membangun
pribadi-pribadi muslim yang kaffah (sempurna).
Beberapa landasan Hadist yang menerangkan betapa pentingnya
mendidik anak sejak usia dini, dapat di renungkan hadist-hadist berikut ini:
قالَ
رَسُولُ الله ِصَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ مَامِنْ مَوْلُوْدٍ
إِلاَّيُوْلَدُعَلَى الْفِطْرَةِفَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْيُنَصِّرَانِهِ
أَوْيُمَجِّسَانِهِ (رواه البخارى)
Artinya : “ Setiap anak dilahirkan atas fitrah (kesucian agama
yang sesuai dengan naluri), sehingga lancar lidahnya, maka kedua orang
tuanyalah yang menjadikan dia beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (H.R.
Bukhori)
أَكْرِمُواأَوْلاَدَكُمْ،وَأَحْسِنُواأَدَبَهُمْ
Artinya : “Muliakanlah anak-anak kalian dan didiklah mereka
dengan budi pekerti yang baik.”
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنَّ مِنْ
أَخْيَرِكُمْ أَحْسَنَكُمْ خُلُقًا ( رواه البخارى)
Artinya : “ Paling baiknya kamu sekalian adalah dari budi
pekertinya. “ (H.R. Bukhori)
‘Amru bin ‘Atabah pernah memberikan pegangan kepada para
pengasuh anaknya dengan berkata :
لِيَكُنْ أَوَّلُ إِصْلاَحِكَ لِوَلِدَى إِصْلاَحَكَ لِنَفْسِكَ
فَإِنَّ عُيُوْنَهُمْ مَعْقُوْدَةٌبِعَيْنِكَ,فَاالْحَسَنُ عِنْدَهُمْ مَاصَنَعْتَ
وَالْقَبِيْحُ عِنْدَهُمْ مَاتَرَكْتَ
Artinya : “ Hendaklah tuntunan perbaikan yang pertama bagi
anak-anakku, dimulai dari perbaikan anda terhadap diri anda sendiri. Karena
mata dan perhatian mereka selalu terikat kepada anda.Mereka menganggap baik
segala yang anda kerjakan, dan mereka menganggap jelek segala yang anda jauhi.”
Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi orang tua untuk
memperhatikan masalah pendidikan anaknya dengan sebaiknya-baiknya.
Dari mana harus memulai?
Segala sesuatu adalah berproses, demikian juga dalam hal
mendidik anak. Berikut beberapa tahapan dalam membina dan mendidik anak
1.
Memilih istri (ibu bagi anak) yang sholihah
Hal ini merupakan langkah awal yang dilakukan oleh seseorang
(calon bapak) agar anak-anaknya kelak menjadi anak-anak yang sholih.Karena
seorang ibu adalah sekolah pertama tempat anak-anak menimba ilmu dan belajar.
Seorang ibu yang sholihah tentu saja akan mengajarkan kebaikan dan amal sholih
kepada anak-anaknya.
Oleh karena itu Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam
bersabda yang artinya : “Wanita dinikahi karena 4 hal: (yaitu) kekayaanya,
kedudukanya, kecantikannya, dan agamanya. Pilihlah wanita yang memiliki agama,
niscaya engkau akan beruntung”(HR. Bukhori Muslim).
Demikian juga sebaliknya. Bagi seorang calon ibu, ia harus
memilih pendamping sholih yang kelak akan menjadi ayah dari anak-anaknya. Ayah
adalah pemimpin dalam keluarga yang akan mengarahkan kemana bahtera rumah
tangga akan berlayar. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda yang
artinya : “Apabila datang kepada kalian orang yang kalian ridhoi akhlak dan
agamanya maka nikahkanlah ia, jika tidak kalian lakukan akan terjadi fitnah di
muka bumi dan kerusakan yang luas” (HR At-Tirmidzi)
1.
Membiasakan anak untuk mengerjakan ibadah
Diantara yang perlu ditanamkan sejak dini dalam diri anak-anak
adalah kesadaran untuk mengerjakan sholat wajib. Yang demikian ini disebutkan
dalam firman Alloh :
وَأْمُرْأَهْلَكَ
بِالصَّلَاةِوَاصْطَبِرْعَلَيْهَا
“perintahkan keluargamu untuk mengerjakan sholat dan
bersabar atasnya” (QS. Thoha:132).
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:
“ajarkan sholat pada anak anak disaat berumur 7 tahun” (HR. At-Tirmidzi).
Selain itu pula hendaknya orang tua memotivasi anak-anak untuk
mengerjakan ibadah yang lain agar ketika mereka mencapai usia balig, mereka
sudah terbiasa dengan ibadah-ibadah tersebut.
1.
Memberikan teladan yang baik
Teladan yang baik merupakan hal terpenting dalam keberhasilan
mendidik anak.Telah diketahui bersama bahwa seorang anak itu suka meniru tingah
laku orang tuanya.Bila orang tua memberikan teladan yang baik kepada anaknya
niscaya anak tersebut menjadi pribadi yang baik.Begitu juga sebaliknya. Maka
hendaknya orang tua memperhatikan dan tidak menyepelekan masalah ini, serta
jangan pula apa yang dikerjakan bertentangan dengan apa yang dikatakan. Alloh
berfirman yang artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian
mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan. Amat besar kemurkaan disisi Alloh
ta’ala bila kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan” (QS. Ash –Shof :
2-3)
1.
Menjauhkan mereka dari teman teman yang buruk
Hendaknya orang tua memberikan pengarahan kepada anak-anaknya
agar memilih teman-teman yang baik agama dan budi pekertinya. Juga
selayaknya orang tua memberikan pengertian dan senantiasa mengingatkan mereka
akan bahaya bergaul dengan orang-orang tak sholih.
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang
artinya: “Sesungguhnya, perumpamaan teman baik dengan teman buruk, seperti
penjual minyak wangi dan pandai besi; adapun penjual minyak, maka bisa jadi dia
akan memberimu hadiah atau engkau membeli darinya atau mendapatkan aromanya;
dan adapun pandai besi, maka boleh jadi ia akan membakar pakaianmu atau engkau
menemukan bau busuk” (HR Bukhari dan Muslim)
1.
Membentengi diri mereka dari hal hal yang merusak akhlak mereka
Penyebab banyaknya penyimpangan yang dilakukan anak-anak baik
dari segi aqidah maupun akhlak adalah apa yang mereka saksikan baik di media
cetak maupun elektronik berupa gambar-gambar atau tayangan-tayangan yang
merusak agama mereka. Solusinya adalah terus memantau aktivitas sehari-hari
mereka, serta memberikan bimbingan akan dampak negatif dari kemajuan teknologi.
Yang demikian ini bukan berarti melarang mereka untuk menggunakan sarana
informasi dan komunikasi, hanya merupakan pengarahan agar teknologi bisa
termanfaatkan dengan baik.
1.
Mengajarkan nilai-nilai luhur dalam ajaran islam
Sudah sepantasnya bagi orang tua untuk menanamkan nilai-nilai
luhur pada diri anak-anaknya, seperti pentingnya iman dan islam, kecintaan pada
Alloh Ta’ala dan Rosul-Nya shollallohu ‘alaihi wa sallam (yang nantinya
membuahkan ketaatan terhadap perintah-perintah dan meninggalkan
larangan-larangan), juga mengajarkan mereka adab-adab islam sehari-hari,(
seperti adab berpakaian, makan dan minum dsb), dzikir-dzikir dan doa-doa, cara
bertutur kata, bergaul dengan baik terhadap orang yang lebih tua dan sesama,
cinta akan kebersihan dan perilaku baik lainya.
1.
Bersikap adil
Yaitu bersikap kepada anak-anak, tidak membedakan antara satu
anak dengan anak yang lainya dalam segala hal, baik dari sisi kasih sayang,
perhatian, pengajaran, nafkah, hadiah dan lain sebagainya sehingga tidak terjadi
kecemburuan diantara mereka.
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:
فَاتَّقُوااللَّهَ
وَاعْدِلُوابَيْنَ أَوْلاَدِكُمْ
“Bertaqwalah kalian kepada Alloh, dan
berbuat adillah terhadap anak-anak kalian” (HR. Muslim)
1.
Mendoakan kebaikan bagi mereka
Hendaknya orang tua menyadari bahwa hidayah berada di tangan
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Alloh memberikan hidayah kepada siapa saja
yang Ia kehendaki dengan rahmat dan karunia-Nya, sedang orang tua hanya bisa
mengajarkan, mengarahkan, dan membimbing anak-anaknya. Oleh karena itu
hendaknya memperbanyak berdoa untuk kebaikan mereka.
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ
رَبَّنَاهَبْ لَنَامِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَاقُرَّةَأَعْيُنٍ
وَاجْعَلْنَالِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“ mereka berdoa: “ wahai Robb kami,
berikanlah kami penyejuk hati dari istri-istri dan anak-anak kami, dan
jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa” (QS. Al-Furqon: 74).
Namun sebaliknnya, jauhilah dari mendoakan kejelekan bagi mereka
(seperti: mengutuk, membodoh-bodohi, melaknat dan yang semisalnya)
Anak adalah amanah dari Alloh, dan kita diperintahkan agar bisa
menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya.Semoga kita mampu menjaga dan
menunaikan amanat yang diberikan kepada kita.Wallohu Ta’ala A’lam.