Ilmu komputer

Your description goes here

  • RSS
  • Delicious
  • Facebook
  • Twitter

Popular Posts

Hello world!
Righteous Kill
Quisque sed felis

Japan Music Box

iklan

Translate

Popular Posts

Thumbnail Recent Post

iklan

       
   
       
   

Apa yang paling ingin Anda Cari Diblog Ini

Category List

iklan

Righteous Kill

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Quisque sed felis

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Etiam augue pede, molestie eget.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Hellgate is back

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit ...

Post with links

This is the web2feel wordpress theme demo site. You have come here from our home page. Explore the Theme preview and inorder to RETURN to the web2feel home page CLICK ...

Iklan

short

Example Markup for HTML: google.com Example Markup for BBCode: [url=http://google.com]google.com[/url]
counter hit var popunder = true;

Archive for Juni 2013

Aksi dan perilaku negatif mulai dari demo anarkis, tawuran, KDRT, tindak korupsi, perilaku a-susila hingga bullying yang  acapkali terjadi di lembaga pendidikan merupakan wujud-wujud perbuatan tak terpuji atau lahir dari akhlak tercela. Sedang akhlak tercela dipastikan berasal dari orang bermasalah dalam keimanan yang merupakan manifestasi sifat syaitan dan iblis yang tugas utama dan satu-satunya menjerumuskan manusia agar tersesat dari koridor agama.
Dalam Al Quran diungkap bahwa Iblis adalah makhluk sombong. Tatkala disuruh Allah bersujud terhadap Adam, ia menolak dan malah mengatakan "Aku lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan aku dari api, sedang Engkau menciptakannya dari tanah"(Qs. Al-A'raf: 12). Iblis pantang bersujud. Allah murka dan menghukumnya keluar dari surga. Iblis minta waktu untuk menjerumuskan manusia. Peristiwa ini diabadikan Allah di berbagai surat dalam Al Quran.
Ajaran Islam tidak membiarkan perbuatan tercela. Nabi Muhammad sendiri diutus dalam upaya menyempurnakan akhlak manusia. Mukmin adalah yang mempunyai akhlak paling baik. Dalam kamus bahasa yang mendekati makna akhlak adalah budi pekerti. Senyatanya di Indonesia budi pekerti bangsa masih menjadi persoalan, hingga dimunculkan karakter.  UU Sisdiknas no 20 tahun 2003  telah menaruh perhatian dengan mencantumkan akhlak mulia sebagai suatu tujuan penting dari sistem pendidikan nasional. Tetapi maraknya kekerasan dan perilaku negatif yang dilakukan oleh kaum terdidik membuat kita miris dan prihatin. Perbuatan itu dilakukan orang yang mengaku beragama.
Era reformasi di Indonesia yang digulirkan belasan tahun lalu diharapkan dapat merubah struktur, sistem dan budaya yang buruk menuju perubahan bermakna, namun kenyataannya tidak demikian. Keterpurukan multi dimensional masih merebak. Hal ini mengindikasikan ada yang keliru dalam proses pembinaan (baca: mendidik) anak-anak bangsa.
Sejak orde baru berkuasa pemerintah Republik Indonesia terus berupaya meningkatkan mutu pendidikan. Jumlah anak usia sekolah yang mengenyam pendidikan dasar dan menengah makin besar. Jumlah yang mendaftar sekolah dasar dan menengah secara statistik lebih tinggi dibanding Negara-negara ASEAN  (www.worldbank.org).  
Meski secara kuantitatif pembangunan pendidikan di jenjang SD dan sekolah menengah menunjukkan hasil impresif terutama sejak keluarnya instruksi presiden (Inpres) SD tahun 1970 an - sehingga pemerintah berani mencanangkan kebijakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun -, namun dari segi kualitatif kinerja sistem pendidikan nasional justru semakin merosot. Rendahnya mutu lulusan pendidikan disebabkan pembelajaran di sekolah masih terpaku pada paradigma dan cara-cara pengajaran (pembelajaran) tradisional berupa penerusan informasi yang hanya melibatkan kemampuan berpikir tingkat rendah (low cognitive skills) yaitu menghafal. Kerangka pikir penerusan informasi yang telah bercokol lama, sudah saatnya diganti dengan paradigma pembelajaran yang lebih mendidik (Raka Joni 2005). Pembelajarn yang menghasilkan insan-insan dengan kecakapan emosional prima sebagai unsur penting pembentukan karakter.
Temuan penelitian mengungkapkan bahwa seseorang yang memiliki kemampuan menerima, mengenal dan mengelola emosi merupakan dasar dari berbagai kecakapan sosial dan emosional yang diperlukan untuk keberhasilan. Senyatanya tata pandang masyarakat belum banyak berubah. Seperti diketahui bahwa pada awalnya banyak pihak melihat keberhasilan seseorang dikaitkan dengan tingkat IQ. Makin tinggi skor IQ seseorang, menurut asumsi semula, akan semakin "sukses" dalam kehidupannya. Belakangan sejumlah temuan riset mengungkap bahwa ternyata ada aspek lain yang menjadi faktor penentu keberhasilan. Aspek lain itu dikenal dengan sebutan Emotional Intelligence (EI). Ini berarti kecerdasan tidak hanya berupa kemampuan intelektual semata tetapi juga kecakapan emosional. Bahkan dari berbagai penelitian dan pengamatan praksis di dunia usaha terdapat hubungan yang cukup signifikan antara kecakapan emosional dan keberhasilan seseorang dalam menampilkan unjuk kerja yang terbaik (top performer). Ternyata terbukti dalam riset bahwa 80% keberhasilan adalah andil dari faktor EI, sedang 20% lainnya berasal dari  IQ atau kemampuan intelektual (Daniel Goleman 1995). EI terkait dan sering ditemui dalam kecakapan insani (bagian dari akhlak) seseorang atau dikenal dengan soft skills, sedang kemampuan intelektual (IQ) disebut kompetensi teknikal (hard skills).
Oleh karena itu kecakapan insani sangat memegang peran membentuk peradaban mulia. Hal ini berkaitan dengan akhlak mulia yang dalam sistem pendidikan nasional kita telah dengan tepat dimasukkan sebagai tujuan pendidikan nasional. Namun kegiatan pendidikan masih belum berhasil menjadikan putra/i bangsa yang berakhlakul karimah sebagaimana dipaparkan diatas.
Dalam Islam  disebutkan Nabi Muhammad memiliki akhlak yang agung: wainnaka la ‘ala khuluqin azim (QS Al-Qalam: 4). Akhlak terpuji dicontohkan Nabi diantaranya, menjaga amanah, dapat dipercaya, bersosialisasi dan berkomunikasi efektif dengan umat manusia sesuai harkat dan martabatnya, membantu sesama manusia dalam kebaikan, memuliakan tamu, menghindari pertengkaran, memahami nilai dan norma yang berlaku, menjaga keseimbangan ekosistem, serta bermusyawarah dalam segala urusan untuk kepentingan bersama.  Keberadaan Nabi selaku utusan Allah kepada umat manusia pada intinya dapat disimak dari ucapan beliau: "Sesungguhnya aku (Muhammad) ini diutus ke dunia semata-mata demi menyempurnakan Akhlak umat manusia" (al-Hadist).
Sabda Rasulullah tersebut diatas menunjukkan tiada lain bahwa kehidupan manusia ini semestinya bersandar pada segala perilaku positif dan tindakan terpuji. Itulah semua bagian dari sebuah akhlak yang mulia. Dalam Islam kedudukan akhlak sangat penting, ia merupakan "buah" dari pohon Islam  berakarkan akidah dan berdaun syari'ah.
Dari sisi pembelajaran sosial diungkap bahwa perubahan perilaku seperti terbentuknya karakter bangsa melalui pendidikan karakter akan dapat efektif apabila para elite pemimpin menampilkan contoh keteladanan. Perilaku pemimpin yang berada dalam pusaran korupsi ditambah lagi miskin empatinya terhadap penderitaan rakyat akan bisa menafikan hasil dari pendidikan karakter. Sehingga karakter bangsa yang diharapkan tersebut menjadi sia-sia dan tidak dapat terwujud dalam waktu dekat. Pengejawantahan ajaran Agama sesungguhnya berdasar pada perilaku pemeluknya. Sebaik-baiknya karakter manusia menurut ajaran Islam adalah dari apa yang dicontohkan Rasulullah.




Merujuk  kepada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa pendidikan terdiri atas Pendidikan Anak Usia Dini,pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi,yang keseluruhannya merupakan kesatuan yang sistematik. Artinya, pendidikan harus dimulai dari usia dini, yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Dengan demikian, PAUD diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Dalam penjelasan selanjutnya, PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur pedididkan formal, non formal, dan atau informal. PAUD pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK),  RaudhatulAthfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. PAUD dalam pedidikan non  formal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. PAUD dalam pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau  pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

1.       Hakikat pendidikan anak usia dini
2.       Pengertian
Pendidikan anak usia dini merupakan serangkaian upaya sistematis dan terprogram dalam  melakukan pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendiikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani agar anak memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan lebih lanjut.
1.       Tujuan
Ada dua tujuan diselenggarakannya pedidikan anak usia dini yaitu sebagai berikut :
1.       Membentuk anak yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya, sehingga memiliki kesiapan yang optimal didalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
2.       Membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar( akademik ) di sekolah.
3.       Prinsip-prinsip dalam Pendidikan Anak Usia Dini.
Dalam melaksanakan Pendidikan Anak Usia Dini  ( PAUD ) terdapat prinsip-prinsip utama yang harus diperhatikan. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
1.       Mengutamakan kebutuhan anak. Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan, baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik, dan sosio-emosional.
2.       Belajar melalui bermain atau bermain seraya belajar. Bermain merupakan sarana belajar anak usia dini. Melalui permainan,anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan mengenai benda disekitarnya.
3.       Lingkungan yang kondusif dan menentang. Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan, sekaligus menentang dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar melalui bermain.
4.       Menggunakan pembelajaran terpadu dalam bermain. Pembelajaran  anak usia dini harus menggunakan konsep pembelajaran terpadu yang dilakukan melalui tema. Tema yang harus dibangun harus menarik dan dapat membangkitkan minat anak, serta bersifat kontekstual. Hal ini dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep serta mudah dan jelas sehingga pembelajaran menjadi mudah   dan  bermakna bagi anak didik.
5.       Mengembangkan berbagai kecakapan atau keterampilan hidup (lifeskills). Mengembangkan keterampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses pembiasaan. Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk menolong diri sendiri, mandiri, dan bertanggungjawab, serta memiliki disiplin diri.
6.       Menggunakan berbagai media atau permainan edukatif dan sumber belajar. Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik, guru, dan orang tua.
7.       Dilaksanakan secara bertahap dan berulang-ulang. Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari konsep yang sederhana dan dekat dengan anak. Agar konsep dapat dikuasai dengan baik, hendaknya guru menyajikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan berulang kali.
8.       STANDAR KOMPETENSI ANAK USA DINI
Standar kompetensi anak usia ini terdiri atas pengembangan aspek-apek sebagai berikut :
1.       Moral dan nilai-nilai Agama
· Perilaku moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok social. “moral” berasal dari kata latn yag berarti tata cara, kebiasaan, dan adat. Perilaku moral dikendalikan oleh konsep-konsep moral. Peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya dan yang menentukan pola perilaku yang diharapkan dari serluruh anggota kelompok.
· Perilaku tak bermoral berarti perilaku yang tidak sesuai sengan harapan sosial. Perilaku demikian, disebabkan oleh ketidakacuhan akan harapan sosil, melainkan ketidakstujuan dengan standar social atau kurang adanya perasaan wajbmenyesuaikan diri.
· Perilaku amoral berarti perilaku yang lebih disebabkan ketidakacuhan terhadap harapan kelompok sosial dari pada pelanggaran yang sengaja terhadap standar. Beberapa diantara perilaku anak kecil lebih bersifat amoral ari pada tak bermoral.
· Pada saat lahir, tidak ada anak yang memiliki hati nurani atau skala nilai. Akibatnya, tiap yang baru lahir dapat dianggap amoral. Tidak seorang anakpun dapat diharapkan mengembangkan kode moral sendiri. Maka, tiap anak harus diajarkan standar kelompok tentang yang benar dan yang salah.

1.       Bahasa
· Perkembangan bahasa ditingkat pemula (bayi) dapat dianggap semacam persiapan berbicara.
· Pada bulan-bulan pertama, bayi hanya pandai menangis. Dalam hal ini tangisan bayi dianggap sebagai pernyataan rasa tidak senang.
· Kemudian ia menangis dengan cara berbeda menurut maksud yang hendak dinyatakan.
· Selanjutnya, ia mengeluarkan bunyi (suara-suara) yang banyak ragamnya tetapi bunyi-buny itu belum mempunyai arti, hanya melatih pernapasan.
· Menjelang usia pertengahan ditahun pertama, meniru suara-suara yang didengarkannya, tetapi bukan karena dia sudah mengerti apa yang dikatakan kepadanya.
1.       Kognitif
· Perbedaan-perbedaan individual dalam perkembangan kognitif bayi telah dipelajari melalui penggunaan skala perkembangan atau tes intelegensi bayi. Adalah pentingya untuk mengetahui apakah seoraang bayi berkembang pada tingkat yang lambat, normal, atau cepat. Kalau seorang bayi berkembang pada tingkat yang lambat, beberapa bentuk pengayaan cukup penting. Akan tetapi dinasehati untuk memberi mainan yang lebih sulit guna merangsang pertumbuhan kognitif mereka. Adapun kemampuan kognisi atau kecerdasan yang harus dikusai oleh anak usia 3-4 tahun meliputi kemampuan berfikir logis, kritis, memberi alasan, memecahkan masalah, dan menemukan hubungan sebab akibat.
1.       Emosi
· Sebelum bayi berusia satu tahun, ekspresi emosional diketahui serupa dengan ekspresi pada orang dewasa. Lebih jauh lagi, bayi menunjukan berbagai reaksi emosional, antara lain kegembiraan, kemarahan, ketakutan, dan kebahagiaan.
· Bukan hanya pola emosi umum yang mengikuti alur yang dapat diramalkna, tetapi pola dari berbagai macam emosi juga dapat diramalkan. Sebagai contoh, reaksi ledakan marah (tempertantrums) mencapai puncak usia antara 2 dan 4 tahun, dan kemudian diganti dengan pola ekspresi yang lebih matang, seperti cemberut dan sikap Bengal.
1.       Sosial
· Menurut keyakinan tradisional sebagian manusia dilahirkan dengan sifat sosial dan sebagian tidak. Orang yang lebih banyak merenungi diri sendiri dari pada bersama dengan orang lain, atau mereka yang bersifat sosial pikirannya lebih banyak tertuju pada hal-hal diluar dirinya, secara alamiah memang sudah bersifat demikian, atau karena faktor keturunan. Juga orang yang menentang masyarakat yaitu orang yang anti sosial.
1.       Agama
Sejalan dengan kecerdasaannya, perkembangan jiwa beragama pada anak dapat dibagi menjadi 3 bagian:
1)      The fairly stage (tingkat dongeng)
· Pada tahap ini anak berumur 3-6 tahun, konsep mengenai Tuhan banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi sehingga dalam menanggapi agama anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang kurang masuk akal. Cerita akan nabi akan dihayalkan seperti yang ada dalam dongeng-dongeng.
· Pada usia ini, perhatian anak lebih tertuju pada para pemuka agama dari pada isi ajarannya dan  cerita akan lebih menarik dan jika berhubungan dengan masa anak-anak karena sesuai dengan jiwa ke kanak-kanakannya dengan caranya sendiri. Anak mengungkapkan pandangan teologisnya pernyatan, dan ungkapannya tentang tuhan lebih bernada individual, emosional, dan spontan tapi pernuh arti teologis.
2)      The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan)
· Pada tingkat ini pemikiran anak tentang tuhan sebagai bapak beralih pada tuhan sebagai pencipta. Hubungan dengan tuhan yang pada awalnya terbatas pada emosi berubah pada hubungan dengan menggunakan pikiran atau logika.
· Pada tahap ini terdapat satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa anak usia 7 tahun di pandang sebagai permulaan pertumbuhan logis sehingga wajarlah bila anak harus di beri pelajaran dan di biasakan melakukan shalat pada usia dini dan di pukul bila melanggarnya.
3)      The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkat ini anak telah memiiki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang individualistik ini terbagi menjadi tiga golongan.
· Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan di pengaruhi sebagian kecil fantasi
· Konsep ketuhanan yang yang lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal (perorangan)
· Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik, yaitu agama telah menjadi  etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.

1.       Golden Age Anak
Menurut Dr. Damanhuri Rosadi, pengembangan manusia yang utuh dimulai sejak anak dalam kandungan dan memasuki masa keemasan atau Golden Age pada usia 0-6tahun. Masa keemasan ini sangat penting bagi perkembangan intelektual, emosi, dan sosial anak dimasa datang dengan memperhatikan dan menghargai keunikan setiap anak.
Pendidikan merupakan modal dasar untuk menyiapkan insan yang berkualitas. Menurut undang-undang sisdiknas, pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Menurut UNESCO, pendidikan hendaknya dibangun dengan empat pilar, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together. Pada hakikatnya, belajar harus berlangsung sepanjang hayat. Untuk menciptakan generasi yang berkualitas, pendidikan harus dilakukan sejak usia dini.
Teori lama yang merekomendasikan bahwa pendidikan baru dapat dimulai ketika anak telah berusia tujuh tahun kini terbantahkan. Hasil penelitian mutakhir, dari para ahli neurologi, psikologi, dan pedagogi menganjurkan pentingnya pendidikan dilakukan sejak anak dilahirkan, bahkan sejak anak masih dalam kandungan ibunya. Justru pada masa –masa awal inilah yang merupakan masa emas ( Golden Age) perkembangan.
Hasil penelitian menunjukun  bahwa 50% kapabilitas kecerdasan manusia terjadi pada tingkat kanak –kanak pada kurun waktu 4 tahun pertama  sejak kelahirannya. Oleh karena itu, penanganan anak dengan stimulasi  pendidikan pada masa-masa  usia tersebut harus optimal. Kemudian, 80% kecerdasan itu terjadi saat anak usia 8 tahun, dan titik kulminasinya terjadi pada saat mereka berusia 18 tahun. Setelah melewati masa perkembangan tersebut, maka berapapun kapabilitas kecerdasan yang dicapai oleh masing-masing individu, tidak akan meningkat lagi. Hal ini sama dengan pendapat Benjamin S.Bloom, professor pendidikan dari Universitas Chicago yang menemukan fakta yang cukup mengejutkan :
· Ternyata 50% dari semua potensi hidup manusia terbentuk ketika kita berada dalam kandungan sampai usia 4 tahun .
· Lalu 30% potensi berikutnya terbentuk pada usia 4-8 tahun.

Ini berarti 80% potensi dasar manusia terbentuk dirumah,justru sebelum masuk sekolah.akan seperti apa kemampuannya, nilai- nilai hidupnya, kebiasaanya, kepribadiannya , akhlaknya, dan sikapnya, 80 % tergantung pada orang tua.Sadar atau tidak.Baik “dibentuk” secara sengaja atau pun tidak sengaja.

Semua aspek perkembangan kecerdasan anak,baik motorik kasar,motorik halus,kemampuan non fisik ,maupun kemampuan spiritualnya dapat berkembang secara pesat apabila memperoleh stimulasi lingkungan secara cukup. Perkembangan yang terjadi pada masa ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya.

1.       PANDANGAN ISLAM TENTANG ANAK USIA DINI
Sungguh Alloh Subhanahu Wata’ala telah memberikan berbagai macam amanah dan tanggung jawab kepada manusia. Diantara amanah dan tanggung jawab terbesar yang Alloh Ta’ala bebankan kepada manusia, dalam hal ini orang tua (termasuk guru, pengajar ataupun pengasuh) adalah memberikan pendidikan yang benar terhadap anak. Yang demikian ini merupakan penerapan dari firman  Alloh Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
 “Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka”
(QS. At-Tahrim:6).

Sahabat yang mulia Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu  ‘anhu menafsirkan ayat diatas dengan mengatakan: “Didik dan ajarilah mereka (istri dan anak-anak) hal-hal kebaikan” (Tafsir Ath-Thobari, Al-Maktabah As-Syamilah)

Risalah Hadist Nabi telah menjustifikasi akan pentingnya menyelenggarakan pendidikan kepada anak usia dini, juntifikasi itu memberikan arti bahwa penyelenggaraan pendidikan pendidikan kepada anak usia dini adalah merupakan perintah yang didalamnya memiliki makna ibadah yang Agung. Inilah kesempurnaan sebuah ajaran, dimana Islam mengajarkan tentang pentingnya proses pembentukan generasi muslim dari sejak sedini mungkin untuk membangun pribadi-pribadi muslim yang kaffah (sempurna).
Beberapa landasan Hadist yang menerangkan betapa pentingnya mendidik anak sejak usia dini, dapat di renungkan hadist-hadist berikut ini:
قالَ رَسُولُ الله ِصَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّيُوْلَدُعَلَى الْفِطْرَةِفَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْيُنَصِّرَانِهِ أَوْيُمَجِّسَانِهِ (رواه البخارى)
Artinya : “ Setiap anak dilahirkan atas fitrah (kesucian agama yang sesuai dengan naluri), sehingga lancar lidahnya, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (H.R. Bukhori)
أَكْرِمُواأَوْلاَدَكُمْ،وَأَحْسِنُواأَدَبَهُمْ
Artinya : “Muliakanlah anak-anak kalian dan didiklah mereka dengan budi pekerti yang baik.”
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنَّ مِنْ أَخْيَرِكُمْ أَحْسَنَكُمْ خُلُقًا ( رواه البخارى)
Artinya : “ Paling baiknya kamu sekalian adalah dari budi pekertinya. “ (H.R. Bukhori)

‘Amru bin ‘Atabah pernah memberikan pegangan kepada para pengasuh anaknya dengan berkata :
لِيَكُنْ أَوَّلُ إِصْلاَحِكَ لِوَلِدَى إِصْلاَحَكَ لِنَفْسِكَ فَإِنَّ عُيُوْنَهُمْ مَعْقُوْدَةٌبِعَيْنِكَ,فَاالْحَسَنُ عِنْدَهُمْ مَاصَنَعْتَ وَالْقَبِيْحُ عِنْدَهُمْ مَاتَرَكْتَ
Artinya : “ Hendaklah tuntunan perbaikan yang pertama bagi anak-anakku, dimulai dari perbaikan anda terhadap diri anda sendiri. Karena mata dan perhatian mereka selalu terikat kepada anda.Mereka menganggap baik segala yang anda kerjakan, dan mereka menganggap jelek segala yang anda jauhi.”

Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi orang tua untuk memperhatikan masalah pendidikan anaknya dengan sebaiknya-baiknya.

Dari mana harus memulai?

Segala sesuatu adalah berproses, demikian juga dalam hal mendidik anak. Berikut beberapa tahapan dalam membina dan mendidik anak

1.       Memilih istri (ibu bagi anak) yang sholihah
Hal ini merupakan langkah awal yang dilakukan oleh seseorang (calon bapak) agar anak-anaknya kelak menjadi anak-anak yang sholih.Karena seorang ibu adalah sekolah pertama tempat anak-anak menimba ilmu dan belajar. Seorang ibu yang sholihah tentu saja akan mengajarkan kebaikan dan amal sholih kepada anak-anaknya.

Oleh karena itu Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya : “Wanita dinikahi karena 4 hal: (yaitu) kekayaanya, kedudukanya, kecantikannya, dan agamanya. Pilihlah wanita yang memiliki agama, niscaya engkau akan beruntung”(HR. Bukhori Muslim).

Demikian juga sebaliknya. Bagi seorang calon ibu, ia harus memilih pendamping sholih yang kelak akan menjadi ayah dari anak-anaknya. Ayah adalah pemimpin dalam keluarga yang akan mengarahkan kemana bahtera rumah tangga akan berlayar. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya : “Apabila datang kepada kalian orang yang kalian ridhoi akhlak dan agamanya maka nikahkanlah ia, jika tidak kalian lakukan akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang luas” (HR At-Tirmidzi)

1.       Membiasakan anak untuk mengerjakan ibadah
Diantara yang perlu ditanamkan sejak dini dalam diri anak-anak adalah kesadaran untuk mengerjakan sholat wajib. Yang demikian ini disebutkan dalam firman Alloh :
وَأْمُرْأَهْلَكَ بِالصَّلَاةِوَاصْطَبِرْعَلَيْهَا
 “perintahkan keluargamu untuk mengerjakan sholat dan bersabar atasnya” (QS. Thoha:132).
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “ajarkan sholat pada anak anak disaat berumur 7 tahun” (HR. At-Tirmidzi).

Selain itu pula hendaknya orang tua memotivasi anak-anak untuk mengerjakan ibadah yang lain agar ketika mereka mencapai usia balig, mereka sudah terbiasa dengan ibadah-ibadah tersebut.

1.       Memberikan teladan yang baik
Teladan yang baik merupakan hal terpenting dalam keberhasilan mendidik anak.Telah diketahui bersama bahwa seorang anak itu suka meniru tingah laku orang tuanya.Bila orang tua memberikan teladan yang baik kepada anaknya niscaya anak tersebut menjadi pribadi yang baik.Begitu juga sebaliknya. Maka hendaknya orang tua memperhatikan dan tidak menyepelekan masalah ini, serta jangan pula apa yang dikerjakan bertentangan dengan apa yang dikatakan. Alloh berfirman yang artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan. Amat besar kemurkaan disisi Alloh ta’ala bila kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan” (QS. Ash –Shof : 2-3)

1.       Menjauhkan mereka dari teman teman yang buruk
Hendaknya orang tua memberikan pengarahan kepada anak-anaknya agar  memilih teman-teman yang baik agama dan budi pekertinya. Juga selayaknya orang tua memberikan pengertian dan senantiasa mengingatkan mereka akan bahaya bergaul dengan orang-orang tak sholih.

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda yang artinya: “Sesungguhnya, perumpamaan teman baik dengan teman buruk, seperti penjual minyak wangi dan pandai besi; adapun penjual minyak, maka bisa jadi dia akan memberimu hadiah atau engkau membeli darinya atau mendapatkan aromanya; dan adapun pandai besi, maka boleh jadi ia akan membakar pakaianmu atau engkau menemukan bau busuk” (HR Bukhari  dan Muslim)

1.       Membentengi diri mereka dari hal hal yang merusak akhlak mereka

Penyebab banyaknya penyimpangan yang dilakukan anak-anak baik dari segi aqidah maupun akhlak adalah apa yang mereka saksikan baik di media cetak maupun elektronik berupa gambar-gambar atau tayangan-tayangan yang merusak agama mereka. Solusinya adalah terus memantau aktivitas sehari-hari mereka, serta memberikan bimbingan akan dampak negatif dari kemajuan teknologi. Yang demikian ini bukan berarti melarang mereka untuk menggunakan sarana informasi dan komunikasi, hanya merupakan pengarahan agar teknologi bisa termanfaatkan dengan baik.

1.       Mengajarkan nilai-nilai luhur dalam ajaran islam
Sudah sepantasnya bagi orang tua untuk menanamkan nilai-nilai luhur pada diri anak-anaknya, seperti pentingnya iman dan islam, kecintaan pada Alloh Ta’ala dan Rosul-Nya shollallohu ‘alaihi wa sallam  (yang nantinya membuahkan ketaatan terhadap perintah-perintah dan meninggalkan larangan-larangan), juga mengajarkan mereka adab-adab islam sehari-hari,( seperti adab berpakaian, makan dan minum dsb), dzikir-dzikir dan doa-doa, cara bertutur kata, bergaul dengan baik terhadap orang yang lebih tua dan sesama, cinta akan kebersihan dan perilaku baik lainya.

1.       Bersikap adil
Yaitu bersikap kepada anak-anak, tidak membedakan antara satu anak dengan anak yang lainya dalam segala hal, baik dari sisi kasih sayang, perhatian, pengajaran, nafkah, hadiah dan lain sebagainya sehingga tidak terjadi kecemburuan diantara mereka.

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:

فَاتَّقُوااللَّهَ وَاعْدِلُوابَيْنَ أَوْلاَدِكُمْ

“Bertaqwalah kalian kepada Alloh, dan berbuat adillah terhadap anak-anak kalian” (HR. Muslim)

1.       Mendoakan kebaikan bagi mereka
Hendaknya orang tua menyadari bahwa hidayah berada di tangan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Alloh memberikan hidayah  kepada siapa saja yang Ia kehendaki dengan rahmat dan karunia-Nya, sedang orang tua hanya bisa mengajarkan, mengarahkan, dan membimbing anak-anaknya. Oleh karena itu hendaknya memperbanyak berdoa untuk kebaikan mereka.

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَاهَبْ لَنَامِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَاقُرَّةَأَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَالِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“ mereka  berdoa: “ wahai Robb kami, berikanlah kami penyejuk hati dari istri-istri dan anak-anak kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa” (QS. Al-Furqon: 74).

Namun sebaliknnya, jauhilah dari mendoakan kejelekan bagi mereka (seperti: mengutuk, membodoh-bodohi, melaknat dan yang semisalnya)

Anak adalah amanah dari Alloh, dan kita diperintahkan agar bisa menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya.Semoga kita mampu menjaga dan menunaikan amanat yang diberikan kepada kita.Wallohu Ta’ala A’lam.