Obyek Wisata Yang Ada Di Banjarmasin
Ibukota Kalimantan Selatan yaitu Banjarmasin memiliki cukup
banyak lokasi yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata, baik itu berupa
Wisata Alam, Wisata Buatan, Wisata Religius, Wisata Sejarah/Wisata
Budaya, dan Wisata Adat yang cukup potensial untuk dikembangkan.
Banjarmasin adalah kota yang mendapat julukan sebagai ’Kota
Seribu Sungai’ karena kota ini berada pada muara beberapa sungai secara
geografis terletak pada salah satu pulau yang terbesar di Indonesia,
yakni pulau Kalimantan atau yang lazim disebut pulau Borneo. Banjarmasin
masuk ke dalam wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Sebuah kota yang
penuh dengan keanekaragamaan Budaya. Provinsi ini mempunyai luas sekitar
36.985 km2. Banjarmasin memasuki zona waktu Indonesia bagian Tengah.
Menginjakkan kaki di Bumi Lambung Mangkurat (sebutan bagi
Banjarmasin) rugi banget kalo tidak ngunjungi berbagai tempat wisatanya
dan mengabadikannya. Sebuah kota yang selalu dikelilingi oleh
sungai-sungai kecil, tak pernah bosan untuk dijelajahi dan dikunjungi.
Kota Banjarmasin juga terkenal dengan julukan kota seribu sungai Banyak
sekali, tempat-tempat yang wajib dan mesti di kunjungi jika sudah berada
di kota seribu sungai ini.
Banyak sekali kegiatan masyarakat yang dilakukan di sungai
termasuk kegiatan perdagangan yang dikenal dengan pasar terapung.
Penduduk kota Banjarmasin masih banyak yang tinggal di atas air.
Rumah-rumah penduduk dibangun diatas tiang atau diatas rakit dipinggir
sungai.
Budaya sungai terus berkembang, memberikan corak budaya
tersendiri dan menarik. Salah satu kegiatan wisata paling menarik di
kota Banjarmasin adalah berjalan-jalan menyusuri sungai dan kanal.
Daerah pinggiran kota pemandangan alam sungainya masih asli dan
wisatawan dapat menyusuri sepanjang sungai Martapura dan sungai Barito
dengan menggunakan perahu Klotok dan Speedboat. Pusat Kota Banjarmasin
terletak di sepanjang jalan Pasar Baru, sementara kawasan perkantoran
khususnya Bank terdapat di jalan Lambung Mangkurat. Sungai Barito berada
di sebelah Baratnya dari pusat kota.
Sebagian besar kegiatan masyarakat di Banjarmasin terjadi sungai
atau disekitar sungai. Oleh karena itu sangatlah menarik menyaksikan
kehidupan Kota dari tengah sungai. Wisatawan dapat menyewakan perahu
motor yang mangkal di tepi sungai dengan tarif sekitar Rp. 75.000 per
jam guna memulai perjalanan menyusuri sungai melewati sejumlah lokasi
penarikan dengan waktu tempuh dua hingga tiga jam.
WISATA RELIGIUS
Masjid Raya Sabilal Muhtadin
Mesjid Raya Sabilal Muhtadin ini di-bangun di atas tanah yang
luasnya 100.000 M2, letaknya ditengah-tengah kota Banjarmasin, yang
sebelumnya adalah Kompiek Asrama Tentara Tatas. Pada waktu zaman
kolonialisme Belanda tempat ini dikenal dengan Fort Tatas atau Benteng
Tatas. Bangunan Mesjid terbagi atas Bangunan Utama dan Menara; bangunan
utama luasnya 5250 M2, yaitu ruang tempat ibadah 3250 M2, ruang bagian
dalam yang sebagian berlantai dua, luasnya 2000 M2. Menara mesjid
terdiri atas 1 menara-besar yang tingginya 45 M, dan 4 menara-kecil,
yang tingginya masing-masing 21 M. Pada bagian atas bangunan-utama
terdapat kubah-besar dengan garis tengah 38 M, terbuat dari bahan
aluminium sheet Kalcolour ber-warna emas yang ditopang oleh su-sunan
kerangka baja. Dan kubah menara-kecil garis-tengahnya 5 dan 6 M.
Kemudian seperti biasanya yang ter dapat pada setiap
mesjid-raya, maka pada Mesjid Raya Sabilal Muhtadin ini juga, kita
dapati hiasan Kaligrafi bertuliskan ayat-ayat Al-Qur'an dan As-maul
Husna, yaitu 99 nama untuk Ke-agungan Tuhan serta nama-nama 4 Khalifah
Utama dalam Islam. Kaligrafi itu seturuhnya dibentuk dari bahan tembaga
yang dihitamkan dengan pe-milihan bentuk tulisan-arab (kaligrafi) yang
ditangani secara cermat dan tepat, maksudnya tentu tiada lain adalah
upaya menampilkan bobot ataupun makna yang tersirat dari ayat-ayat suci
itu sendiri. Demikian juga pada pintu, krawang dan railing, keseluruh
annya dibuat dari bahan tembaga de ngan bentuk relief berdasarkan seni
ragam hias yang banyak terdapat di daerah Kalimantan.
Dinding serta lantai bangunan, menara dan turap plaza, juga
sebagian dari kolam, keseluruhannya berlapiskan marmer; ruang tempat
mengambil air wudhu, dinding dan lantainya dilapis de-ngan porselein,
sedang untuk plaza keseluruhannya dilapis dengan keramik. Seluruh
bangunan Mesjid Raya ini, dengan luas seperti disebut di atas, pada
bagian dalam dan halaman bangunan, dapat menampung jemaah sebanyak
15.000 orang, yaitu 7.500 pada bagian dalam dan 7.500 pada bagian
halaman bangunan.
Peranan elemen-hias pada sebuah bangunan, bila diolah secara
cermat dan diarahkan dengan tepat, akan tam-pak bukan saja sesuatu yang
'indah dimata' akan tetapi sekaligus dapat bermakna lain pada diri kita.
Bisa jadi memberikan pengalaman batin yang menyentuh dan menimbulkan
macam-macam perasaan, misalnya perasaan haru, kagum, syahdu dan
seterusnya. Dengan ini berarti kita berbicara me-ngenai wawasan estetis
dan pemilihan teknis dari seorang seniman untuk se-lanjutnya sebagai
konsep dasar pijakan kreatifitasnya.
Sejalan dengan hal yang baru di-sebut di atas, maka wawasan
estetis pada bangunan Mesjid Raya Sabilal Muhtadin ini dilakukan dalam
tiga pokok pijakan sebagai berikut.
1. Sesuatu yang dapat memberikan dan menimbulkan rasa keagama an yang lebih dalam.
2. Ornamen-dekoratif yang selaras dan fungsional sesuai dengan arsitektur mesjid.
3. Sebagai ciri-khas atau identitas yang menunjukkan kekayaan kebudayaan lingkungan Kalimantan.
Atas dasar ini, maka elemen-estetik untuk mesjid-raya ini
dibentuk dalam kaligrafi-arab dengan mengambil ayat-ayat Al-Quran,
Asmaul Husna, yaitu 99 nama Keagungan Tuhan dan nama-nama 4 Khalifah
Utama dalam Islam Kaligrafi ini kemudian dirangkai dan dipadu dengan
unsur-unsur ragam-hias motif tumbuh-tumbuhan, yaitu sebagdi tradisi
seni-hias pada bangunan bangunan mesjid seluruh dunia.
Bentuk floral (tumbuh-tumbuhan) ini memberikan sesuatu kesan
hidup dan dinamis, akan tetapi yang terpenting adalah menghindarkan
ke-cendrungan untuk menjadi gambar pe-mujaan, seperti halnya gambar yang
bertemakan bentuk manusia dan he-wan. Demikian pula ayat-ayat suci yang
dituliskan dalam bentuk khat in-dah dengan Gaya Naski, Diwani, Riqah,
Tsulus dan Kufik, kiranya menimbulkan rasa kekayaan citarasa dan
khayal-seni untuk meluhurkan puja kepada Tuhan.
Disain keseluruhan bangunan mesjid, dengan kubah besar,
tiang-tiang kokoh dan tegap serta dinding tebal dan padat yang
keseluruhan dibalut oleh le-bih kurang 14.830 M2 pualam kremmuda seakan
memberikan suasana be-rat, kukuh dan kadahg-kadang terasa menekan. Kesan
ini timbul balk dari eksteriornya maupun interiornya. Kesejuruhan
keadaan banguann mesjid seperti disebut di atas menjadi per-timbangan
dalam memperhitungkan pembuatan elemen-estetik yang akan ditempatkan
dalam ruang dalam dan luar bangunan mesjid itu.
Penetapan disain krawang untuk pintu-utama, pintu samping dan
din-ding, adalah upaya untuk memberikan keseimbangan antara 'rasa berat'
yang ditimbulkan fisik bangunan dan 'rasa ringan' yang ditimbulkan oleh
sifat 'tembus pandang' dari ornamen krawang tersebut. Lampu hias
(chandelier) yang terdiri dari 17 buah unit gan-tungan dengan ribuan
bola kaca ter-susun dalam lingkaran bergaris tengah 9 M, menimbulkan
'rasa-ringan' yang ditempatkan sebagai kontras terhadap fisik bangunan
itu sendiri.
<---dipindahkan ke Syekh Muhammad Arsyad al-Banjary
Ulama-ulama yang muncul dikemudian hari, menduduki tempat-tempat penting
di seluruh Keraiaan Baniar dan mendirikan syurau dan madrasah, adalah
Iah dari didikan syuraunya di Pagar Dalam yang didirikannya setelah
kem-bali dari menuntut ilmu di tanah Mekkah.
Di samping mendidik di syuraunya, ia juga menulis beberapa kitab
dan risalah untuk keperluan murid-muridnya serta keperluan kerajaan.
Salah satu kitabnya yang terkenal adalah Kitab 'SABILAL MUHTADIN' yang
merupakan kitab Hukum-Fiqh dan menjadi kitab-pegangan pada waktu itu,
tidak saja di seluruh Kerajaan Banjar tapi sampai ke-seluruh Nusantara
dan bahkan dipakai pada perguruan-perguruan di luar Nusantara. Selain
dari pada mengajar, menulis dan dakwah, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary
juga sangat memperhatikan rakyat sekitarnya. Kepada mereka beliau
memberi contoh bagaimana bercocok tanam membuat pengairan untuk
me-majukan pertanian penduduk.
Diriwayatkan, pada waktu Sultan Tahlilullah (1700 - 1734 M)
memerintah Kerajaan-Banjar, suatu hari ketika ber-kunjung ke kampung Lok
Ngabang. Sultan melihat seorang anak berusia sekitar 7 tahun sedang
asyik menulis dan menggambar, dan tampaknya cerdas dan berbakat,
dicerita-kan pula bahwa ia telah fasih membaca Al-Quran dengan indahnya.
Terkesan akan kejadian itu, maka Sultan me-minta pada orang tuanya agar
anak tersebut sebaiknya ting-gal di istana untuk belajar bersama dengan
anak-anak dan cucu Sultan.
Kemudian atas permintaannya sendiri, pada waktu ber-umur sekitar
30 tahun. Sultan mengabulkan keinginannya untuk belajar ke Mekkah
memperdalam ilmunya, dan lebih dari 30 tahun kemudian, setelah gurunya
menyatakan su-dahlah cukup bekal ilmunya, barulah ia kembali pulang ke
Banjarmasin. Akan tetapi Sultan Tahlilullah seorang yang telah banyak
membantu dan member! warna pada kehidupannya telah mangkat dan
digantikan kemudian oleh Sultan TahmiduHah II bin Sultan HW, yaitu cucu
Sultan Tahlilullah yang sejak semula telah akrab bagaikan bersahabat.
Kepada Sultan Tahlilullah ia tidak sempat menyatakan terimakasih-nya
ataupun memberikan pengabdiannya dan mereka ter-pisah karena jarak dan
umur.
Sekembalinya dari Mekkah, hal pertama yang dikerjakan nya ialah
membuka tempat pengajian (semacam pesantren) bernama Pagar Dalam, yang
kemudian lama-kelamaan men-jadi sebuah kampung yang ramai tempat
menuntut ilmu agama Islam.
Sultan Tahmidullah yang pada ketika itu memerintah Ke-rajaan
Banjar, sangat menaruh perhatian terhadap per-kembangan serta kemajuan
agama Islam dikerajaannya, meminta kepada Syekh Muhammad Arsyad agar
menulis sebuah Kitab Hukum Ibadat (Hukum Fiqh) yang kelak kemudian
dikenal dengan nama Kitab Sabilal Muhtadin.
Sebelumnya, untuk keperluan pengajaran serta pendidikan, ia
telah menulis beberapa kitab serta risalah-risalah, di-antaranya ialah
Kitab Ushuluddin yang biasa disebut Kitab Sifat Duapuluh, Kitab Tuhfatur
Raghibin, yaitu kitab yang membahas soal-soal itikad serta perbuatan
yang sesat, Kitab Nuqtatul Ajlan, yaitu kitab tentang wanita serta
tertib suami-isteri, Kitabul Fara-idl, semacam hukum-perdata. Da-ri
beberapa risalahnya, dan beberapa pelajaran penting yang langsung
diajarkannya, oleh murid-muridnya kemudian di-himpun dan menjadi semacam
Kitab Hukum Syarat, yaitu tentang syarat syahadat, sembahyang, bersuci,
puasa dan yang berhubungan dengan itu, dan untuk mana biasa disebut
Kitab Parukunan. Mengenai bidang Tasauf {semacam Filsafat Ketuhanan) ia
juga menuliskan pikiran-pikirannya dalam Kitab Kanzul-Makrifah.
Kitab Sabilal Muhtadin yang disebut pada mula di atas
se-lengkapnya adalah Kitab Sabilal Muhtadin lit-tafaqquh fi amriddin,
dan untuk singkatnya disebut Kitab Sabilal saja; dan artinya dalam
terjemahan bebas adalah Jalan bagi orang-orang yang mendapat petunjuk
untuk mendalami urusan-urusan agama.
Dengan demikian maka Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary sekaligus
adalah guru, ulama, dan teladan bagi mu-ridnya, dan juga penduduk
sekitarnya, ia telah berbakti kepada agama dan kehidupan itu sendiri
dengan setulus jiwa-raganya.
Maka pada akhirnya, sebagai akibat dari semua itu, kelak
kemudian hari, suri tauladan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary, seperti
telah diriwayatkan di atas, membekas dan terpatri pada hati seluruh
kerajaan dan penduduknya dengan kenyataan sebagaimana kita lihat sampai
hari ini ialah demikian banyaknya mesjid, langgar, syurau dan madrasah
didirikan dan dibangun oleh penduduk disetiap desa, kampung dan kota di
seluruh Kerajaan Banjar atau di Kalimantan Selatan sekarang ini. Dan
Mesjid Raya Banjarmasin ini, berdasarkan sejarah serta riwat sebagaimana
telah disebut di atas, kita pahatkan namanya : SABILAL MUHTADIN
Masjid Sultan Suriansyah
Bentuk arsitektur dengan konstruksi panggung dan beratap
tumpang, merupakan masjid bergaya tradisional Banjar. Masjid bergaya
tradisional Banjar pada bagian mihrabnya memiliki atap sendiri terpisah
dengan bangunan induk. Masjid ini didirikan di tepi sungai Kuin.
Masjid Kuno
Kekunoan masjid ini dapat dilihat pada 2 buah inskripsi yang
tertulis pada bidang berbentuk segi delapan berukuran 50 cm x 50 cm
yakni pada dua daun pintu Lawang Agung. Pada daun pintu sebelah kanan
terdapat 5 baris inskripsi Arab-Melayu berbunyi : " Ba'da hijratun Nabi
Shalallahu 'alahihi wassalam sunnah 1159 pada Tahun Wawu ngaran Sultan
Tamjidillah Kerajaan dalam Negeri Banjar dalam tanah tinggalan Yang
mulia." Sedangkan pada daun pintu sebelah kiri terdapat 5 baris
inskripsi Arab-Melayu berbunyi: "Kiai Damang Astungkara mendirikan wakaf
Lawang Agung Masjid di Nagri Banjar Darussalam pada hari Isnain pada
sapuluh hari bulan Sya'ban tatkala itu (tidak terbaca)" . Kedua
inskripsi ini menunjukkan pada hari Senin tanghgal 10 Sya'ban 1159 telah
berlangsung pembuatan Lawang Agung (renovasi masjid) oleh Kiai Demang
Astungkara pada masa pemerintahan Sultan Tamjidillah I (1734-1759).
Pada mimbar yang terbuat dari kayu ulin terdapat pelengkung
mimbar dengan kaligrafi berbunyi "Allah Muhammadarasulullah". Pada
bagian kanan atas terdapat tulisan "Krono Legi : Hijrah 1296 bulan Rajab
hari Selasa tanggal 17", sedang pada bagian kiri terdapat tulisan :
"Allah subhanu wal hamdi al-Haj Muhammad Ali al-Najri".
Mimbar Masjid Sultan Suriansyah
Filosofi Ruang
Pola ruang pada Masjid Sultan Suriansyah merupakan pola ruang
dari arsitektur Masjid Agung Demak yang dibawa bersamaan dengan masuknya
agama Islam ke daerah ini oleh Khatib Dayan. Arsitektur mesjid Agung
Demak sendiri dipengaruhi oleh arsitektur Jawa Kuno pada masa kerajaan
Hindu. Identifikasi pengaruh arsitektur tersebut tampil pada tiga aspek
pokok dari arsitektur Jawa Hindu yang dipenuhi oleh masjid tersebut.
Tiga aspek tersebut : atap meru, ruang keramat (cella) dan tiang guru
yang melingkupi ruang cella. Meru merupakan ciri khas atap bangunan suci
di Jawa dan Bali. Bentuk atap yang bertingkat dan mengecil ke atas
merupakan lambang vertikalitas dan orientasi kekuasaan ke atas. Bangunan
yang dianggap paling suci dan dan penting memiliki tingkat atap paling
banyak dan paling tinggi. Ciri atap meru tampak pada Masjid Sultan
Suriansyah yang memiliki atap bertingkat sebagai bangunan terpenting di
daerah tersebut. Bentuk atap yang besar dan dominan, memberikan kesan
ruang dibawahnya merupakan ruang suci (keramat) yang biasa disebut
cella. Tiang guru adalah tiang-tiang yang melingkupi ruang cella (ruang
keramat). Ruang cella yang dilingkupi tiang-tiang guru terdapat di depan
ruang mihrab, yang berarti secara kosmologi cella lebih penting dari
mihrab.
Kubah Surgi Mufti
Cungkup makam dari ulama Haji Jamaluddin (Surgi Mufti) di Banjarmasin
Kubah berasal dari bahasa Arab "qubbah" yaitu cungkup makam.
Makam ini terdapat di Kelurahan Surgi Mufti, Kecamatan Banjarmasin
Utara, Kota Banjarmasin.
Makam Datu Anggah Amin (Al-Alamah Muhammad Amin)
Makam Datu Amin yang ada di Banua Anyar
"Beliau tidak punya pondok pesantren, tapi banyak didatangi
orang. Murid-muridnya banyak, dan banyak pula yang menjadi ulama besar.
Sekarang banyak pula keturunan dari para muridnya yang menjadi ulama,"
ujarnya.
Kepada para muridnya, kata Misbah, Datu Anggah selalu berpesan
agar tidak durhaka kepada orangtua dan para alim supaya hidupnya
menadpat barokah.
"Beliau berpesan, jangan durhaka, jangan lupakan jasa-jasa
pendahulu, terutama para alim besar, Insya Allah hidupnya akan selalu
mendapat barokah," jelas Misbah.
WISATA KULINER
Soto Banjar
Menu Soto banjar .
Soto berisi daging ayam yang sudah disuwir-suwir, dengan
tambahan perkedel atau kentang rebus, rebusan telur, dan ketupat. Kalau
Anda mampir ke Banjarmasin jangan lupa menikmati hidangan sato Banjar
ini dan rasakan kenikmatan soto banjar yang khas.
Pusat Jajan Tarakan
Pusat jajan tarakan ini terletak di jalan Tarakan, Banjarmasin.
Di sini tersedia berbagai macam jajanan, baik itu berupa makanan ataupun
minuman, misalnya seperti makanan khas banjar, soto, jus buah dan lain
sebagainya.
WISATA BUATAN
PASAR TERAPUNG
= Pasar Terapung Kuin =
Pasar Terapung Kuin terletak di persimpangan antara Sungai Kuin dan Sungai Barito.
Kegiatan di Pasar Terapung muara Kuin Banjarmasin
Pasar Terapung hanya berlangsung pada pagi hari sekitar jam 05.00 hingga 09.00 setiap hari.
Dengan perahu Klotok dari Kota Banjarmasin dapat dicapai sekitar
30 menit. Wisatawan harus datang pagi-pagi untuk dapat melihat
kesibukan Pasar Terapung ini.
= Pasar Terapung Dermaga Siring Tedean =
Pasar Terapung Dermaga Siring Tendean merupakan salah
satu obyek wisata terbaru yang ada di banjarmasin, yang terletak di
Jalan Kapt. Piere Tendean (pacinan) Banjarmasin. Pasar terapung dermaga
siring tendean ini diadakan oleh pemerintah kota setempat sejak awal
tahun 2013 setiap Minggu pagi mulai pukul 06.00.
Ada kurang lebih 60 orang pedagang yang berjualan di
atas sungai martapura ini dengan menggunakan jukung (perahu kecil)
sebagai ciri khasnya. Mereka menjajakan berbagai macam buah lokal,
sayuran, dan juga aneka kue atau makanan yang bisa langsung disantap
sebagai sajian sarapan di Minggu pagi.
Puluhan pedagang yang hadir, banyak menarik minat warga yang
sedang asyik menikmati akhir pekan di siring Piere Tendean. Mereka pun
langsung mendekati acil (sebutan pedagang) dan membeli apa yang mereka
kehendaki.
Di samping pedagang pasar terapung ini di bangun sebuah
rumah (pondok) untuk mereka yang ingin menyantap makanan di tempat
secara lesehan.
Geliat pasar terapung di Siring Tendean ini kian terlihat.
Warga Banjarmasin mulai mengetahui dan menjadikannya sebagai pengisi
acara rutin di akhir pekan. Warga antusias menikmati warisan budaya yang
kini disajikan di tengah kota, menjadikannya mudah dijangkau.
Soto Banjar adalah makanan khas dari Banjarmasin, Kalimantan
Selatan dengan bahan utama ayam dan beraroma harum rempah-rempah seperti
kayu manis, biji pala, dan cengkeh.
Pasar Terapung adalah pasar tradisional yang sudah ada sejak
dulu dan merupakan refleksi budaya sungai orang Banjar. Pasar yang khas
lagi unik ini tempat melakukan transaksi di atas air dengan menggunakan
perahu besar maupun kecil yang berdatangan dari berbagai pelosok. Pasar
Terapung yang ada di Banjarmasin adalah Pasar Terapung Kuin, dan yang
terbaru Pasar Terapung Siring Tedean.
WISATA SEJARAH / WISATA BUDAYA
Museum Wasaka
Wasaka singkatan dari Waja Sampai Kaputing yang merupakan motto perjuangan rakyat Kalimantan Selatan.
Salah satu koleksi yang ada di Museum Wasaka
Museum bertempat pada rumah Banjar Bubungan Tinggi yang telah
dialih fungsikan dari hunian menjadi museum sebagai upaya konservasi
bangunan tradisional.
Terletak di Gang H. Andir, Kampung Kenanga Ulu, Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin.
"Museum Wasaka" adalah sebuah museum perjuangan rakyat Kalimantan Selatan.
Sasirangan - Kain Khas Banjar
Sasirangan adalah batik khas Kalimantan Selatan yang pada jaman
dahulu digunakan untuk mengusir roh jahat dan hanya dipakai oleh
kalangan orang-orang terdahulu seperti keturunan raja dan bangsawan.
Proses pembuatan masih dikerjakan secara tradisional.
Kain sasirangan yang merupakan kerajinan khas daerah Kalimantan
Selatan (Kalsel) menurut para tetua masyarakat setempat, dulunya
digunakan sebagai ikat kepala (laung), juga sebagai sabuk dipakai kaum
lelaki serta sebagai selendang, kerudung, atau udat (kemben) oleh kaum
wanita. Kain ini juga sebagai pakaian adat dipakai pada upacara-upacara
adat, bahkan digunakan pada pengobatan orang sakit. Tapi saat ini, kain
sasirangan peruntukannya tidak lagi untuk spiritual sudah menjadi
pakaian untuk kegiatan sehari-hari, dan merupakan ciri khas sandang dari
Kalsel. Di Kalsel, kain sasirangan merupakan salah satu kerajinan khas
daerah yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Kata “Sasirangan”
berasal dari kata sirang (bahasa setempat) yang berarti diikat atau
dijahit dengan tangan dan ditarik benangnya atau dalam istilah bahasa
jahit menjahit dismoke/dijelujur. Kalau di Jawa disebut jumputan. Kain
sasirangan dibuat dengan memakai bahan kain mori, polyester yang dijahit
dengan cara tertentu. Kemudian disapu dengan bermacam-macam warna yang
diinginkan, sehingga menghasilkan suatu bahan busana yang bercorak aneka
warna dengan garis-garis atau motif yang menawan.
Asal Mula Sasirangan
Menurut sejarah sekitar abad XII sampai abad ke XIV pada masa
kerajaan Dipa, di Kalimantan Selatan telah dikenal masyarakat sejenis
batik sandang yang disebut Kain Calapan yang kemudian dikenal dengan
nama Kain Sasirangan.
Menurut cerita rakyat atau sahibul hikayat, kain sasirangan
yang pertama dibuat yaitu tatkala Patih Lambung Mangkurat bertapa selama
40 hari 40 malam di atas rakit balarut banyu. Menjelang akhir tapanya
rakit Patih tiba di daerah Rantau kota Bagantung. Dilihatnya seonggok
buih dan dari dalam buih terdengan suara seorang wanita, wanita itu
adalah Putri Junjung Buih yang kelak menjadi Raja di Banua ini. Tetapi
ia baru muncul ke permukaan kalau syarat-syarat yang dimintanya
dipenuhi, yaitu sebuah istana Batung yang diselesaikan dalam sehari dan
kain dapat selesai sehari yang ditenun dan dicalap atau diwarnai oleh 40
orang putri dengan motif wadi / padiwaringin. Itulah kain calapan /
sasirangan yang pertama kali dibuat.
Kain Sasirangan adalah kain yang didapat dari proses pewarnaan
rintang dengan menggunakan bahan perintang seperti tali, benang atau
sejenisnya menurut corak-corak tertentu. Pada dasarnya teknik pewarnaan
rintang mengakibatkan tempat-tempat tertentu akan terhalang atau tidak
tertembus oleh penetrasi larutan zat warna. Prosesnya sering diusahakan
dalam bentuk industri rumah tangga, karena tidak diperlukan peralatan
khusus, cukup dengan tangan saja untuk mendapatkan motif maupun corak
tertentu, melalui teknik jahitan tangan dan ikatan.
Sebagai bahan baku kainnya, yang banyak digunakan hingga saat
ini adalah bahan kain yang berasal dari serat kapas (katun). Hal
tersebut disebabkan karena pada mulai tumbuhnya pembuatan kain celup
ikat adalah sejalan dengan proses celup rintang yang lain seperti batik
dan tekstil adat. Untuk saat ini pengembangan bahan baku cukup
meningkat, dengan penganekaragaman bahan baku non kapas seperti :
polyester, rayon, sutera, dan lain-lain.
Desain/corak didapat dari teknik-teknik jahitan dan ikatan yang
ditentukan oleh beberapa faktor, selain dari komposisi warna dan efek
yang timbul antara lain : jenis benang/jenis bahan pengikat.
Dengan mengkombinasikan antara motif-motif asli yang satu
dengan motif asli yang lainnya, maka kain kain sasirangan makin menarik
dan kelihatan modern Selain itu motif-motif tersebut dimodifikasi
sehingga menciptakan motif-motif yang sangat indah namun tidak
meninggalkan ciri khasnya. Adapun corak atau motif yang dikenal antara
lain Kembang Kacang, Ombak Sinapur Karang, Bintang Bahambur, Turun
Dayang, Daun Jaruju, Kangkung Kaombakan, Kulit Kayu, Sarigading, Parada
dll.
Produk barang jadi yang dihasilkan dari kain Sasirangan yaitu
Kebaya, Hem, Selendang, Jilbab, Gorden, Taplak Meja, Sapu Tangan, Sprei
dll. Penggunaan Kain Sasirangan inipun lebih meluas yaitu untuk busana
pria maupun wanita yang dipakai sehari-hari baik resmi atau tidak.
Motif-Motif Kain Sasirangan
Sasirangan setidaknya mengenal 19 motif, di antaranya sarigading, ombak sinapur karang (ombak menerjang batu karang),
hiris pudak (irisan daun pudak), bayam raja (daun bayam),
kambang kacang (bunga kacang panjang), naga balimbur (ular naga), daun
jeruju (daun tanaman jeruju), bintang bahambur (bintang bertaburan di langit), dan kulat karikit (jamur kecil).
Ada juga motif gigi haruan (gigi ikan gabus), turun dayang(garis-garis), kangkung kaombakan (daun kangkung), jajumputan
(jumputan), kambang tampuk manggis (bunga buah manggis), dara manginang (remaja makan daun sirih), putri manangis (putri
menangis), kambang cengkeh (bunga cengkeh), awan beriring (awan sedang diterpa angin), dan benawati (warna pelangi).
Motif-motif tradisional itu kini dihidupkan kembali dengan selera populer. Motif sarigading kini dibuat lebih halus dan bahkan
telah diberi hiasan garis emas (prada). Teknik prada tersebut
merupakan adopsi dari teknik prodo yang dikenal pada batik.
Bahan-Bahan Pembuatan Kain Sasirangan
a. Kain
Pada awalnya, bahan baku untuk membuat kain adalah serat kapas
(katun). Dalam perkembangannya, bahan baku kain Sasirangan tidak hanya
kapas, tetapi juga non kapas, seperti: polyester, rayon, sutera, dan
lain-lain (www.sinarharapan.co.id).
b. Pewarna
Secara umum, ada dua macam bahan yang digunakan sebagai pewarna,
yaitu pewarna alami dan kimiawi. (1) bahan pewarna alami, di antaranya
adalah: daun pandan, temulawak, dan akar-akar seperti kayu kebuau,
jambal, karamunting, mengkudu, gambir, dan air pohon pisang. (2) bahan
pewarna kimiawi. Oleh karena bahan-bahan pewarna alami sulit didapat dan
prosesnya sangat lama (hingga berhari-hari), maka para pengrajin kain
Sasirangan banyak beralih menggunakan pewarna kimia, selain bahan
bakunya mudah didapat, prosesnya pewarnaannya juga lebih mudah dan
cepat.
Jenis zat pewarna kimiawi yang sering digunakan antara lain:
warna direct, warna basis, warna asam, warna belerang, warna hydron,
warna bejana, warna bejana larut, warna napthol, warna disperse, warna
reaktif, warna rapid, warna pigmen dan warna oksidasi. Selain itu, untuk
menambah kesan anggun dan mewah juga digunakan zat warna prada
(http://ikm.depperin.go.id dan http://rubiyah.com).
c. Perintang atau pengikat
Selain kedua jenis bahan utama di atas, bahan lain
yang diperlukan dalam pembuatan kain Sasirangan adalah bahan perintang
atau pengikat. Bahan perintang tersebut biasanya terbuat dari benang
kapas, benang polyester, rafia, benang ban, serat nanas dan lainnya.
Fungsi bahan perintang tersebut adalah untuk menjaga agar
bagian-bagian tertentu dari kain terjaga dari warna yang tidak
diinginkan. Oleh karenya, bahan perintang harus mempunyai spesifikasi
khusus, di antaranya adalah (http://rubiyah.com):
Tidak dapat terwarnai oleh zat warna, sehingga mampu menjaga
bagian-bagian tertentu dari zat warna yang tidak diinginkan.
Mempunyai konstruksi anyaman maupun twist yang padat.
Mempunyai kekuatan tarik yang tinggi.
Proses Pembuatan Kain Sasirangan
Kata Sasirangan berasal dari kata sirang yang berarti diikat
atau dijahit dengan tangan dan ditarik benangnya, atau dalam istilah
bahasa jahit-menjahit disebut dismoke/dijelujur. Kemudian kain yang
telah dismoke disapu dengan bermacam-macam warna yang diinginkan,
sehingga menghasilkan suatu bahan busana yang bercorak aneka warna
dengan garis-garis atau motif yang menawan. Adapun proses pembuatan kain
Sasirangan adalah sebagai berikut:
a. Penyiapan bahan kain dan pewarna.
Tahapan paling awal pembuatan kain Sasirangan adalah pengadaan
kain dan pewarna kain. Saat ini, telah tersedia banyak macam kain yang
siap pakai, sehingga untuk membuat kain Sasirangan tidak perlu lagi
dimulai dengan pemintalan kapas.
Hanya saja, biasanya kain-kain yang dijual ditoko kain sudah
difinish atau dikanji. Padahal, kanji tersebut dapat menghalangi
penyerapan kain terhadap zat pewarna. Oleh karenanya, langkah pertama
yang harus dilakukan adalah penghilangan kanji dari kain.
Untuk menghilangkan kanji, ada tiga cara yang dapat dilakukan,
yaitu: (1) Direndam dengan air. Kain yang hendak dibuat Sasirangan
direndam dalam air selama satu atau dua hari, kemudian dibilas. Namun
cara ini tidak banyak disukai, karena prosesnya terlalu lama dan ada
kemungkinan timbul mikro organisme yang dapat merusak kain. (2) Direndam
dengan asam. Kain direndam dalam larutan asam sulfat atau asam chlorida
selama satu malam, atau hanya membutuhkan waktu dua jam jika larutan
zat asam tersebut dipanaskan pada suhu 350 C. Setelah itu, kain dibilas
dengan air sehingga kain terbebas dari zat asam. (3) Direndam dengan
enzym. Bahan kain yang hendak dibuat Sasirangan dimasak dengan larutan
enzym (Rapidase, Novofermasol dan lain-lain) pada suhu sekitar 450 C
selama 30 s/d 45 menit. Setelah itu, kain direndam dalam air panas dua
kali masing-masing 5 menit, dan kemudian dicuci dengan air dingin sampai
bersih.
b. Pengadaan pewarna kain
Selain pengadaan kain, hal lain yang harus dipersiapkan adalah
zat pewarna, baik yang alami atau kimiawi. Kecermatan penggunaan pewarna
merupakan hal yang sangat penting dalam pembuatan kain Sasirangan. Oleh
karenaya, dalam pengadaan pewarna harus memperhatikan hal-hal berikut:
- Harus mempunyai warna sehingga dapat meng-absorbs cahaya.
- Dapat larut dalam air atau mudah dilarutkan.
- Zat warna harus mempunyai affinitas terhadap serat (dapat menempel), tidak luntur, dan tahan terhadap sinar matahari.
- Zat warna harus dapat berdifusi pada serat.
- Zat warna harus mempunyai susunan yang stabil setelah meresap ke dalam serat.
c. Pembuatan pola desain dan jahitan
Setelah kain bersih dari kanji, maka tahap selanjutnya adalah
pemotongan dan penjahitan. Adapun prosesnya sebagai berikut:
Kain dipotong-potong sesuai dengan kebutuhan. Jika yang hendak
dibuat adalah kain Sasirangan untuk selendang, maka kain dipotong sesuai
ukuran selendang yang hendak dibuat.
Setelah itu, dilanjutkan dengan pembuatan pola motif. Kemudian
pola motif tersebut dijahit (dismoke) menggunakan benang (atau bahan
perintang lainnya) dengan jarak 1 - 2 mm atau 2 -3 mm.
Benang pada setiap jahitan-jahitan pola tersebut ditarik kencang sampai rapat dan membentuk kerutan-kerutan.
d. Pewarnaan pada kain
Setelah pola kain dijahit, maka tahap selanjutnya adalah
pewarnaan. Pewarnaan merupakan proses yang cukup rumit sehingga
membutuhkan keahlian khusus. Pewarnaan tidak bisa dilakukan dengan
sembarangan, tetapi harus dilakukan secara teliti dan cermat berdasarkan
kepada jenis kain dan kombinasi warna yang akan dibuat. Dengan
ketelitian dan kecermatan, maka akan dihasilkan sebuah kombinasi warna
yang elok dan anggun.
Secara garis besar, proses pewarnaan kain Sasirangan adalah sebagai berikut:
Zat pewarna yang hendak digunakan dilarutkan menggunakan air, atau medium lain yang dapat melarut zat warna tersebut.
Kemudian kain yang telah dismoke dimasukkan ke dalam larutan zat
pewarna atau dengan dicolet (seperti membatik) dengan larutan tersebut
sehingga terjadi penyerapan zat warna kedalam serat. Ada tiga cara
pewarnaan kain Sasirangan, yaitu: (1) Pencelupan. Tehnik pencelupan
digunakan apabila yang diinginkan hanya satu warna saja. Kain yang
dicelup ke dalam larutan zat pewarna akan mempunyai satu warna yang rata
kecuali pada bagian kain yang dijahit/dismoke akan tetap berwarna
putih. (2) Pencoletan. Kain pada bagian yang telah dismoke ataupun di
antara smoke-smoke diwarnai dengan cara dicolet. Pewarnaan dengan cara
dicolet biasanya dilakukan apabila motif yang dibuat memerlukan banyak
warna (lebih dari satu warna). Tentu saja, waktu yang dibutuhkan akan
lebih lama dari sistem celupan. (3) Pencelupan dan Pencoletan. Cara ini
menggabungkan kedua tehnik di atas. Langkah pertama yang dilakukan
adalah dengan cara mencelupkan kain. Biasanya cara ini digunakan untuk
membuat warna dasar pada kain. Kemudian dicolet dengan variasi warna
sebagaimana telah direncanakan.
Setelah itu diteliti dengan seksama tingkat kerataan pewarnaannya. Caranya ini harus dilakukan agar hasilnya maksimal.
e. Pelepasan Jahitan
Setelah proses pewarnaan kain Sasirangan selesai, kemudian kain dicuci sampai bersih dengan menggunakan air dingin.
Selanjutnya jahitan-jahitan pada kain dilepas.
Kain yang sudah dicuci kemudian dijemur, tetapi tidak boleh terkena sinar matahari langsung.
f. Finisihing
Proses terakhir dari pembuatan kain Sasirangan adalah proses
penyempurnaan, yaitu merapikan kain agar tidak kumal. Untuk merapikan
kain, biasanya dengan menggunakan strika.
(pembuatan kain Sasirangan dengan cara-cara mistis dan untuk keperluan penyembuhan dalam proses pengumpulan data).
Dari pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa kain Sasirangan
merupakan salah satu bentuk pengejawantahan dari local knowledge
(pengetahuan lokal) masyarakat Kalimantan Selatan. Dengan kata lain,
dengan “membaca” kain Sasirangan, maka akan diketahui beraneka macam
nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Kalimantan Selatan. Di
antara nilai-nilai tersebut adalah: nilai keyakinan, nilai budaya, dan
nilai ekonomi.
Pertama, nilai keyakinan. Dengan meneroka sejarah keberadaan
kain Sasirangan, maka akan diketahui pola perkembangan keyakinan
masyarakat Kalimantan Selatan. Keyakinan masyarakat bahwa kain tersebut
pertama kali dibuat oleh Patih Lambung Mangkurat untuk memenuhi
permintaan Putri Junjung Buih sebagai prasayarat untuk menampakkan diri,
menunjukkan bahwa kain Sasirangan mempunyai nilai supranatural. Oleh
karenanya, masyarakat Kalimantan Selatan juga meyakini bahwa kain ini
mempunyai kekuatan untuk mengusir roh-roh jahat. Keyakinan tersebut
secara jelas menunjukkan bahwa kain ini merupakan pengejawantahan dari
keyakinan masyarakat Kalimantan Selatan.
Kedua, nilai budaya. Kain Sasirangan merupakan salah satu
bentuk pencapaian kebudayaan masyarakat Kalimantan Selatan. Pemilihan
bahan, cara pewarnaan, warna yang digunakan, dan pembuatan
motif-motifnya, merupakan pengejawantahan dari hasil membaca dan
memahami masyarakat Kalimantan Selatan terhadap alam dan fenomenanya.
Selain itu, munculnya motif-motif kombinasi juga menunjukkan kreatifitas
orang Kalimantan Selatan. Dengan kata lain, kain Sasirangan merupakan
hasil dari pemikian masyarakat Kalimantan Selatan yang termanifestasi
dalam produk yang memiliki nilai kultural.
Ketiga, nilai ekonomis. Seiring perkembangan zaman, masyarakat
semakin menyadari adanya potensi ekonomi yang terkandung dalam kain
Sasirangan. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya penggunaan kain
Sasirangan, dari sekedar alat pengusir roh-roh jahat menjadi berbagai
macam aneka produk, seperti baju pesta, sandal, tas, dan dompet. Selain
itu, semakin dihargainya hasil kerajinan lokal memberikan nilai tambah
ekonomis pada Sasirangan. Namun demikian, harus juga diperhatikan bahwa
ekonomisasi tanpa memahami spirit yang terkandung dalam Sasirangan dapat
menghilangkan “ruh” yang ada di dalamnya. Penggunaan pewarna kimiawi
misalnya, mungkin saja akan lebih mengefektifkan pembuatan kain
Sasirangan, tetapi juga harus disadari bahwa penggunaan pewarna kimia
dapat merusak nilai-nilai lokal yang terkandung dalam kain Sasirangan.
Salah satu Landmark Kota Banjarmaisn adalah Masjid Raya Sabilal
Muhtadin yang berada dijalan Jendral Sudirman. Mesjid Raya Sabilal
Muhtadin berdiri megah dijantung kota Banjarmasin menghadap Sungai
Martapura. Bangunan Masjid arsitektur modern dengan di kelilingi lima
menara yang menjulang tinggi serta taman masjid yang luas dan indah.
Masjid Raya Sabilal Muhtadin berlantai dua mempunyai kapasitas tempat
sholat untuk 15.000 jemaah dan merupakan masjid kebanggaan masyarakat
Kalimantan Selatan dan pusat pengkajian agama Islam.
Sabilal Muhtadin, nama pilihan untuk Mesjid Raya Banjarmasin
ini, adalah sebagai penghormatan dan penghargaan terhadap Ulama Besar
alm. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjary (1710 — 1812 M) yang selama
hidup-nya memperdalam dan mengembangkan agama Islam di Kerajaan Banjar
atau Kalimantan Selatan sekarang ini. Ulama Besar ini tidak saja dikenal
di seluruh Nusantara, akan tetapi dikenal dan dihormati meliwati batas
negerinya sampai ke Malaka, Filipina, Bombay, Mekkah, Madinah, Istambul
dan Mesir.
Masjid Sultan Suriansyah adalah sebuah masjid bersejarah yang
merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan. Masjid ini dibangun di
masa pemerintahan Sultan Suriansyah (1526-1550), raja Banjar pertama
yang memeluk agama Islam. Masjid ini terletak di Kelurahan Kuin Utara,
Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin.
Tuan Guru H. Surgi Mufti atau Mufti Jamaluddin adalah cicit
Al-Banjari dari garis istri beliau yang keenam, bernama Ratu Aminah
binti Pangeran Thaha (seorang bangsawan Kerajaan Banjar). Silsilah Tuan
Guru Surgi Mufti ini adalah: Mufti Jamaluddin bin Zalekha binti Pangeran
Mufti H. Ahmad bin Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.
Semasa hidupnya, Tuan Guru H. Surgi Mufti dikenal sebagai
seorang ulama besar yang pemurah, ramah-tamah, dan disegani oleh semua
kalangan, termasuk oleh Belanda. Banyak orang-orang yang belajar dan
menuntut ilmu kepada beliau. Beliau ini menurut Abu Daudi, diangkat
menjadi mufti oleh pemerintah Belanda dan berkedudukan di Banjarmasin
pada tahun 1896. Beliau wafat pada tanggal 8 Muharram 1348 H (1902) dan
dimakamkan di depan rumah beliau di Jalan Masjid Jami Banjarmasin.[25]
Oleh Pemerintah, makam beliau kemudian ditetapkan sebagai salah satu
peninggalan dan cagar budaya yang dilindungi,[26] hingga sekarang
dikenal oleh masyarakat Banjar dengan nama “Kubah Sungai Jingah”. Gelar
beliau juga diabadikan menjadi nama satu kelurahan dalam wilayah
Kecamatan Banjarmasin Utara, yakni Kelurahan Surgi Mufti.
Makam Datu Anggah Amin terletak di Kelurahan Banua Anyar Kota
Banjarmasin. Datu Anggah Amin adalah ulama yang banyak menelorkan ulama.
Dia tidak memiliki pesantren, tapi banyak yang datang minta petunjuk
dan bimbingan pengarahan.
Khatib Dayan dimakamkan di Komplek Makam Sultan Suriansyah. Pada
tahun 1521 datanglah seorang tokoh ulama besar dari Kerajaan Demak
bernama Khatib Dayan ke Banjar Masih untuk mengislamkan Raden Samudera
beserta sejumlah kerabat istana, sesuai dengan janji semasa pertentangan
antara Kerajaan Negara Daha dengan Kerajaan Banjar Masih. Khatib Dayan
merupakan keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon, Jawa Barat. Beliau
menyampaikan syiar-syiar Islam dengan kitab pegangan Surat Layang
Kalimah Sada di dalam bahasa Jawa. Beliau seorang ulama dan pahlawan
yang telah mengembangkan dan menyebarkan agama Islam di Kerajaan Banjar
sampai akhir hayatnya.
Taman siring di bantaran Sungai Martapura yang berlokasi di
Jalan Sudirman persisnya di depan Masjid Raya Sabilal Muthadin. Taman
siring Sudirman adalah sebuah tempat nongkrong dan santai bagi semua
usia, baik itu tua dan muda serta anak-anak.
Kain sasirangan banyak dibuat oleh pengusaha industri kecil di
Kalimantan Selatan. Seperti halnya batik di Pulau jawa, kain sasirangan
merupakan ciri khas daerah Kalimantan Selatan. Kain sasirangan adalah
merupakan kain yang menerapkan proses pewarnaan dengan cara rintang
yaitu dijahit menggunakan benang atau tali rafia menurut corak yang
dikehendaki. Desain corak didapatkan dari jahitan atau dikombinasi
dengan ikatan maupun komposisi warna yang dibuat. Kain sasirangan dapat
dibuat dari bahan mori dengan berbagai kwalitas seperti mori primissima,
mori prima, mori biru, mori voalissima, bahan sutera, rayon maupun
synthetic.
Seiring dengan semakin bertambahnya wawasan para perajin, kini
motif sasirangan bervariasi dan mengakomodasi selera daerah
lain yang lebih universal. Motif-motif baru bermunculan yang dikembangkan dari motif tradisional.